Our social:

Latest Post

Saturday, June 4, 2016

Pokok-pokok ajaran marhaenisme menurut Bung Karno

Bangunlah Dunia ini kembali! Bangunlah Dunia ini kokoh kuat dan sehat! Bangunlah suatu Dunia dimana semua semua bangsa hidup damai dalam persaudaraan! Bangunlah Dunia yang sesuai dengan impian dan cita-cita umat manusia

(Pidato Bung Karno, Membangun Dunia Kembali To Build The World A New 30 September 1960)

Presiden Soekarno atau biasa dipanggil Bung Karno, seorang pemimpin bangsa tidak hanya mengantarkan Indonesia kepada Kemerdekaan, tetapi juga sosok yang mempunyai karisma, intelektualitas, serta visi yang tinggi melalui berbagai pemikirannya. Sebagai Presiden pertama, Bung karno berhasil meletakan pondasi-pondasi yang kuat dalam pemerintahan dan kenegaraan.

Pemikiran-pemikiran Bung Karno tidak pernah surut dari pembicaraan setiap orang. Beberapa asil pemeikiran yang dituangkan dalam membangun pondasi Negara kesatuan Indonesia yaut sebagai penggali karakteristik bangsa yang dituangkan dalam Pancasila; ikut dalam perumusan UUD 1945. disertai konsep maupun ideologi yang telah disusun selama pra dan pasca kemerdekaan.

Karya terbesar atas pemikiran bung karno yaitu Marhaenisme yang dicetuskan pada tahun 1927. Marhaenisme dipahami sebagai teori perjuangan, sekaligus sebagai teori politik, oleh para penganutnya. Marhaenisme lahir sebagai jawaban terhadap praktis kolonialisme dan imperialisme penjajah Belanda di tanah air. Tiang penyangga ajaran ini adalah sosio nasionalisme dan sosio demokrasi. Oleh karena itu, penganut marhaen (Marhaenis), acapkali menyimpulkan marhaenisme sebagai ”Pancasila Besar”. Maksudnya, apa yang terkandung di dalam lima sila (Pancasila) sudah tercantum dalam ajaran Marhaenisme. Seorang marhaenis fanatis, punya rumus yang baik yaitu: Pancasila + Ketuhanan yang Maha Esa = Marhaenisme.

SEJARAH MARHAENISME

Marhaenisme diambil dari nama Marhaen, sosok petani miskin yang pernah ditemui Sukarno. Kondisi prihatin yang dialami seorang petani miskin itu telah menerbitkan inspirasi bagi Sukarno untuk mengadopsi gagasan tentang kaum proletar yang khas Marxisme. Belum diketahui dengan pasti – sebab Sukarno hanya menceritakan pertemuannya saja – kapan pertemuan dengan petani itu belangsung. Sehingga banyak pihak yang mempertanyakan, benarkah ada pertemuan itu? Ataukah pertemuan itu hanya rekaan Sukarno saja? Belum ada jawaban pasti.

Namun dalam Penyambung Lidah Rakyat (Cindy Adams) ia bercerita mengenai pertemuan itu terjadi di Bandung selatan yang daerah persawahannya terhampar luas. Ia menemui seorang petani yang menggarap sawahnya dan menanyakan kepemilikan dan hasil dari sawah itu. Yang ia temukan adalah bahwa walaupun sawah, bajak, cangkul adalah kepunyaan sendiri dan ia mengejakannya sendiri hasil yang didapat tidak pernah mencukupi untuk istri dan keempat anaknya. Petani itu bernama Marhaen. Namun, yang jelas, Sukarno mengembangkan gagasan sentral Marhaenisme jelas-jelas bersumber pada Marxisme. Bahkan, banyak yang menyatakan bahwa Marhaenisme merupakan Marxisme yang diterapkan di Indonesia.

Sejak 1932, ideologi Marhaenisme telah mewarnai wacana politik di Indonesia. Pada 4 July 1927 ia mendirikan PNI dimana Marhaenisme menjadi asas dan ideologi partai di tahun 1930-an. Dalam bukunya berjudul Indonesia Menggugat, Sukarno sangat menekankan pentingnya penggalangan massa untuk sebuah gerakan ideologis. Menurut penafsiran Sutan Syahrir, Marhaenisme sangat jelas menekankan pengumpulan massa dalam jumlah besar. Untuk ini, dibutuhkan dua prinsip gerakan yang kelak dapat dijadikan pedoman dalam sepak-terjang kaum Marhaenis. Ditemukanlah dua prinsip Marhaenisme, yakni sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Untuk menjelaskan kedua prinsip itu, Sukarno telah mengadopsi pemikiran dari Jean Jaurhs (sosialis) dari Perancis dan Karl Kautsky (komunis) dari Jerman. Ajaran Jaurhs yang melawan sistem demokrasi parlementer digunakan oleh Sukarno untuk mengembangkan sikap para Marhaenis yang wajib taat pada pemimpin revolusi, tanpa boleh banyak tanya soal-soal yang pelik dalam bidang politik.

Sedangkan dari Karl Kautsky, Sukarno makin dalam mendapatkan keyakinan bahwa demokrasi parlementer merupakan sistem masyarakat borjuis yang tidak mengenal kasihan pada kaum yang miskin. Bahkan didalam bukunya yang berjudul “Dibawah Bendera Revolusi”, Sukarno benar-benar terpengaruh oleh Kautsky, dengan menyatakan bahwa seseorang tidak perlu untuk menjadi komunis jika hanya ingin mencermati demokrasi sebagai benar-benar produk masyarakat borjuis.

Selanjutnya Sukarno menyatakan bahwa setiap Marhaenis harus menjadi revolusioner sosial, bukan revolusioner borjuis, dan sosok itu dijuluki Sukarno sebagai sosio-nasionalisme atau nasionalisme marhaenis. Namun, pada 26 November 1932 di Yogyakarta, Sukarno menandaskan bahwa Partai Indonesia dimana ia berkumpul, tidak menginginkan adanya pertarungan kelas. Disini jelas Sukarno memperlihatkan awal watak anti-demokrasinya dan hendak menafikan keberadaan pertarungan kelas sebagai tak terpisahkan untuk memperjuangkan kelas lemah yang tertindas.

Kediktatoran Sukarno juga mulai terlihat sejak konsep Marhaenisme berusaha diwujudkannya menjadi ideologi partai. Syahrir dan Hatta yang memperkenalkan kehidupan demokratis didalam Partindo (Partai Indonesia) pelan-pelan dipinggirkan dan kehidupan partai mulai diarahkan pada disiplin ketat dan tunduk pada pucuk pimpinan. Untuk menempuh ini Sukarno tidak menggunakan cara yang ditempuh oleh Lenin yang pernah menjelaskan secara logis kepada kelompok Mesheviks ketika Lenin menjadi diktator. Jalan yang ditempuh Sukarno hanyalah sibuk dengan penjelasan-penjelasan pentingnya keberadaan partai pelopor yang memiliki massa besar.

Bagi Sukarno, menegakkan ideologi Marhaenisme lebih penting ketimbang membangun kehidupan demokratis. Sembari mengutip Karl Liebknecht, ideolog komunis Jerman, Sukarno menegaskan bahwa massa harus dibuat radikal dan jangan beri kesempatan untuk pasif menghadapi revolusi. Meski kelak sesudah kemerdekaan tercapai, penganut Marhaenisme cenderung bergabung dengan partai Murba, namun Marhaenisme ini lebih menyepakati tafsiran Tan Malaka tentang Marhaenisme.

POKOK- POKOK AJARAN MARHAENISME

Marhaenisme mengangkat masalah penghisapan dan penindasan _rakyat kecil_yang terdiri dari kaum tani miskin, petani kecil, buruh miskin, pedagang kecil _ kaum melarat Indonesia _ yang dilakukan oleh para kapitalis,tuan-tanah, rentenir dan golongan-golongan penghisap lainnya. Ungkapan yang sering dipakai oleh Bung Karno, dan yang paling terkenal, adalah exploitation de homme par homme (penghisapan manusia oleh manusia). Marhaenisme, yang telah dilahirkannya dan dikembangkannya antara tahun 1930-1933 merupakan pemikiran-pemikiran kiri yang senafas dengan Marxisme.

Pemikiran Bung karno dalam hal ini menunjukkan dengan jelas
bahwa baginya, kepentingan rakyat adalah tujuan akhir dari segala-galanya. Dalam tilikan Sukarno, masa itu mayoritas penduduk Indonesia, entah itu buruh, tukang becak, tukang asongan, nelayan, hingga insinyur hidup seperti Pak Marhaen tadi. Mereka memiliki alat produksi, namun hal itu tak menolong mereka untuk hidup layak. Akhirnya, ajaran ini diberi nama ”Marhaenisme”. Misi ajaran ini adalah terbitnya kesejahteraan sosial (sosio demokrasi) pada seluruh kaum marhaen yang mengalami penindasan dan pengisapan di bumi pertiwi ini

Pidato Bung Karno dalam konferensi Partindo, Mataram 1933

TENTANG MARHAEN, MARHAENIS, MARHAENISME

1. Marhaenisme yaitu Sosio Nasionalisme dan Sosio Demokrasi

2. Marhaen yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum melarat Indonesia yang lain-lain.

3. Partindo memakai perkataan Marhaen, dan tidak proletar oleh karena perkataan proletar sudah termaktub didalam perkataan Marhaen, dan oleh karena perkataan proletar itu bisa diartikan bahwa kaum tani dan kaum lain-lain kaum melarat tidak termaktub didalamnya.

4. Karena Partindo berkeyakinan bahwa didalam perjoangan, kaum melarat Indonesia lain-lain itu yang harus menjadi elemen-elemennya (bagian-bagiannya), maka Partindo memakai perkataan Marhaen itu.

5. Di dalam perjuangan kaum Marhaen, maka Partindo berkeyakinan bahwa kaum Proletar mengambil bagian yang paling besar sekali.

6. Marhaenisme adalah Azas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang dalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen.

7. Marhaenisme adalah pula Cara Perjoangan untuk mencapai susunan negeri yang demikian itu, yang oleh karenanya harus suatu cara perjoangan yang Revolusioner.

8 Jadi Marhaenisme adalah: cara Perjoangan dan Azas yang ditujukan terhadap hilangnya tiap-tiap Kapitalisme dan Imperialisme.

9. Marhaenisme adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia yang menjalankan Marhaenisme.

Sedangkan dalam Amanat Pada Konfrensi Besar GMNI pada tahun 1959 di Kaliurang, Bung Karno menegaskam tentang Marhaenisme Sebagai berikut:

1. Marhaenisme adalah asas yang menghendaki susunan masyarakat yang dalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen

2. Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya

3. Marhaenisme adalah dus asas dan cara perjuangan ”tegelijk” menuju hilangnya kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme

Bung Karno, PNI, dan Marhaenisme merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Adalah Bung Karno yang melahirkan PNI pada 1927. Ia pula yang menciptakan Marhaenisme, juga pada 1927. Kaum Marhaen, menurut Bung Karno, adalah orang kecil, kaum ngarit, tukang kaleng, kaum nelayan, dan kaum-kaum melarat lainnya. Tampak bahwa ketika diciptakan, konsepsi Marhaen berbeda dengan konsepsi proletar Marxis. Namun kemudian Bung Karno mendorong konsepsi Marhaenisme ke arah Marxis dan sempat menjadi asas PNI.

MARHAENISME DAN PNI

Dalam buku Nasionalisme Mencari Ideologi tulisan J. Eliseo Rocamora, disebutkan bahwa sejak lahir kembali pada 1946, PNI sudah menengok Marhaenisme sebagai asas partai, meski penafsirannya berubah-ubah dari waktu ke waktu. Dan perubahan itu tak terlepas dari pengaruh Bung Karno.

Dalam kongres ke-3 tahun 1948, Marhaenisme diterjemahkan sebagai “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”. Sosio-nasionalisme adalah rasa kebangsaan yang terbentuk karena persamaan nasib dan kepentingan. Ia mengakui perbedaan di antara umat manusia, namun menentang kolonialisme dan kapitalisme. Sedangkan sosio-demokrasi mengakui hak setiap individu untuk hidup sejahtera bersama yang lain. Pada konsepsi tersebut, warna Marxis  yang menentang individualisme dan menonjolkan pertentangan kelas, serta radikal tak terlihat. Boleh jadi karena waktu itu PNI dipimpin kaum priayi yang konservatif.

Sukses Partai Komunis Indonesia (PKI) pada Pemilu 1955 merisaukan partai-partai lain, termasuk PNI. Apalagi PKI terlihat begitu agresif untuk mendekati Bung Karno agar dapat duduk di kabinet. Seiring dengan jatuh-bangunnya kabinet dan terjadinya berbagai pemberontakan daerah, pendulum semangat politik Bung Karno mulai bergerak ke Kiri, meskipun masih samar-samar.

Dalam serangkaian kursusnya tahun 1958, Bung Karno mengecam orang-orang yang sok mengerti Marhaenisme. Lalu ia membeberkan makna yang benar menurut pikirannya. “Marhaenisme adalah Marxisme yang diselenggarakan, dicocokkan, dilaksanakan di Indonesia. Marhaenisme ini bahasa asingnya is het in Indonesia toegepaste Marxisme,” ujar Bung Karno, sebagaimana dikutip Nazaruddin Sjamsuddin dalam bukunya PNI dan Kepolitikannya.

Penafsiran Bung Karno tersebut mendapat lahan subur di zaman Demokrasi Terpimpin yang dimulai pada 1959, tatkala pusat kekuasaan beralih ke tangan Bung Karno. Berbagai kekuatan politik sangat tergantung kepadanya. Ini memungkinkan Bung Karno untuk memaksakan gagasannya.

Sejak awal pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, Bung Karno terus mendesak PNI agar menerima Marhaenisme sesuai dengan pengertiannya. Para tokoh PNI konservatif yang mencoba
menentangnya disingkirkan. Kongres PNI ke-9 di Solo pada 1960 merupakan awal kemenangan Bung Karno. Di sini ia ditabalkan sebagai “Bapak Marhaenisme” Definisi bahwa Marhaenisme adalah penerapan Marxisme secara resmi diterima dalam kongres partai ke-10 di Purwokerto, Jawa Tengah, September 1963, dalam bentuk resolusi. Ketika itu PNI dipimpin Ali Sastroamidjojo (Ketua Umum) dan Surachman (Sekjen). Ali dan Surachman pula yang menggiring sidang Badan Pekerja Kongres (BPK) partai di Lembang, Bandung, pada November 1964, untuk menghasilkan “Deklarasi Marhaenisme”, sebagai penjabaran defisini Marhaenisme itu.
 
Deklarasi tersebut antara lain berbunyi: “Tidak ada gerakan revolusioner yang tidak didasarkan pada teori revolusi. Marhaenisme adalah teori revolusi yang didasarkan pada massa actie. Dengan demikian, kondisi perjuangan Marhaenis haruslah revolusioner dan didasarkan pada konsepsi dua tahap revolusi. Yang pertama adalah fase nasional demokratis dan yang kedua fase sosialis. Karena itu perjuangan harus dipimpin oleh petani dan buruh.”

Deklarasi juga mengakui bahwa PNI adalah alat revolusi yang didasarkan pada pada buruh dan petani, dan dipimpin oleh unsur-unsur yang tepat. Untuk mencapai kemenangan kaum Marhaen, mereka harus disatukan dalam Front Marhaenis yang bersifat dinamis, militan, radikal, berdisiplin, dan berdedikasi penuh kepada tujuan Marhaen. Deklarasi tersebut menuntut tindakan yang lebih tegas dalam wujud program kerja partai. Umpamanya, memakai materialisme historis Marxis sebagai metode berpikir, berjuang, dan memahami kondisi sejarah perjuangan rakyat Indonesia.

Program yang mencolok adalah pembersihan terhadap pimpinan partai dan ormas pendukung PNI di semua tingkat. Ada dua kelompok yang dilarang memimpin partai, yakni pengusaha, tuan tanah, atau
mereka yang berjiwa tuan tanah.

Para pemimpin PNI konservatif menyadari “bahaya” penerapan Deklarasi Marhaenis. Mereka mencoba menentang dan terdepak. Pada Agustus 1965, tujuh anggota terpenting kelompok sayap Kanan dalam pimpinan PNI tingkat nasional dipecat dari keanggotaan partai bukan cuma dicopot dari jabatannya. Antara lain Hardi (Wakil Ketua I), Osa Maliki (Wakil Ketua II), Mohamad Isnaeni (Wakil
Sekjen), dan Hadisoebeno Sosrowerdojo (anggota DPP Pleno).

Dua bulan berikutnya, Ukar Bratakusumah juga anggota DPP Plen dan sekitar 150 pimpinan PNI di berbagai daerah, menerima nasib serupa: dipecat dari keanggotaan partai. Di Jawa Tengah, yang waktu itu menjadi benteng kekuatan PNI konservatif (sayap Kanan), yang didepak antara lain Hadisoebeno (Ketua I DPD), Umar Said (Ketua III), dan Soetrisno (Ketua IV), plus 11 ketua cabang partai di bawah DPD Jawa Tengah.

Jawa Barat, yang juga basis kekuatan konservatif, tak luput dari pembersihan. Sejumlah tokoh PNI terkemuka di lingkungan DPD Jawa Barat yang dianggap Kanan digulung habis. Umpamanya Ukar Bratakusumah, Usep Ranawidjaja, Sunawar Sukowati, Sanusi Hardjadinata (bekas Menteri Dalam Negeri Kabinet Kerja), dan Osa Maliki.

Pemberontakan G-30-S/PKI yang gagal merupakan pukulan balik terhadap Bung Karno dan pimpinan PNI sayap Kiri. Ketika Bung Karno limbung, tokoh-tokoh PNI sayap Kanan yang dulu disingkirkan mengambil alih kepemimpinan partai, lalu mengadakan Kongres Pemersatuan di Bandung pada April 1966. Dalam kongres ini terpilih Osa Maliki sebagai ketua umum dan Usep Ranawidjaja sebagai sekjen.

Maka pada 21 Desember 1967, mereka mengeluarkan “Pernyataan Kebulatan Tekad”. Isinya menegaskan bahwa Marhaenisme bukanlah Marxisme yang diterapkan di Indonesia, melainkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Sosio Nasionalisme, dan Sosio Demokrasi. Lalu gelar “Bapak Marhaenisme” kepada Bung Karno — yang waktu itu terjepit secara politik — mereka cabut. Mereka juga mendukung pelaksanaan Tap MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967: melarang Bung Karno kembali melakukan kegiatan politik.

Peringati Sumpah Pemuda, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Berunjuk Rasa

2013/10/28 - Puluhan mahasiswa Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Indramayu peringati hari Sumpah Pemuda dengan berunjukrasa berujung ricuh. Kericuhan terjadi karena kekecewaan unjukrasa mahasiswa tidak ditemui anggota DPRD Indramayu, hingga massa terlibat kericuhan karena berusaha masuk kedalam gedung DPRD Indramayu.

Kericuhan ini terjadi saat puluhan mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Indramayu-Jawa-Barat berusaha masuk kedalam gedung DPRD Indramayu. Mahasiswa yang kecewa berusaha menerobos barikade polisi yang berjaga didepan gerbang gedung dewan, akibatnya mahasiswa dan polisi terlaibat aksi saling dorong dan kericuhan pun tak dapat dihindari.
Kericuhan berhasil diredam saat perwakilan anggota DPRD Fraksi Golkar menemui pengunjukrasa dihadapan perwakilan DPRD. Mahasiswa meminta pada anggota DPRD bisa memberikan ruang kebebasan pada pemuda dalam berekpresi serta membuka selebar-lebarnya lapangan kerja bagi pemuda pengangguran. Selain itu, persoalan TKI yang kian hari terus meningkat belum mampu diselesaikan oleh Pemerintah Daerah maupun DPR.

Sehingga mahasiswa menganggap peranan DPRD saat ini mandul dan tidak pernah terjun langsung kepada masyarakat, selain berunjukrasa mahasiswa juga menggelar aksi teatrikal TKW yang menggambarkan betapa pedihnya nasib tenaga kerja yang disebut-sebut sebagai pahlawan devisa ini.
 
Sebelumnya, aksi demo mahasiswa ini dilakukan long-march dari kampus Universitas Wiralodra Indramayu serta melakukan orasi terbuka di bundaran kijang hingga berakhir di DPRD Indramayu.


Massa GMNI Indramayu Tolak Ikan Impor


Penolakan terhadap masuknya ikan impor ke Kabupaten Indramayu, terus meluas. Setelah komunitas nelayan, kini penolakan dilakukan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).

Mereka berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Indramayu,kemarin. Dalam aksi tersebut,sempat terjadi aksi saling dorong antara massa dengan petugas kepolisian yang membentuk pagar betis di depan gedung Dewan.Massa memaksa bertemu dengan wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Dalam orasinya,Koordinator Lapangan (Korlap) Muji Zain Naufal mengatakan, keberadaan ikan impor akan menyengsarakan nelayan tradisional.

Padahal, nelayan tradisional saat ini sedang terpuruk akibat cuaca buruk dan gelombang tinggi laut. “Jika impor ikan dibiarkan masuk Indramayu,maka hanya akan menambah penderitaan nelayan,”katanya. Pihaknya mengkhawatirkan ada oknum yang “bermain” terkait masuknya ikan impor ke Indramayu beberapa waktu yang lalu.

Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Indramayu, Haris Solihin mengatakan, secara institusi DPRD Kabupaten Indramayu memiliki sikap yang sama dalam masalah ikan impor. Dia menyatakan, menolak dengan tegas masuknya ikan impor ke wilayah Kabupaten Indramayu. “Kabupaten Indramayu tidak membutuhkan ikan impor, karena nelayan lokal mampu menghasilkan tangkapan yang berlimpah,”ungkap Haris di hadapan massa GMNI.

Terpisah,Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu Abdur Rosyid Hakim menjelaskan, produksi ikan hasil tangkapan para nelayan Indramayu pada 2011 mencapai 107.989,16 ton.Adapun jenis ikannya,di antaranya peperek sebanyak 19.091,1 ton, tongkol 18.742,2 ton, tembang 8.217,1 ton, manyung 5.178,7 ton,dan kembung 4.797,5 ton.

Selain itu, ditambah dengan ikan jenis lainnya sebanyak 30.544,8 ton. Ikan-ikan itu, yakni tenggiri, kakap merah, bawal hitam,selar,tiga waja, cucut, lemuru, cumi-cumi, udang,pari,dan kuniran. Tak hanya ikan hasil tangkapan, tambah Hakim, di Kabupaten Indramayu terdapat pula produksi ikan olahan.Dia menyebutkan, jumlah produksi ikan tersebut mencapai 16.792 ton.

Sementara itu, kebutuhan konsumsi ikan masyarakat Indramayu hanya 54.- 144,78 ton.Angka tersebut diperoleh dari perhitungan ratarata konsumsi sebanyak 32,31 kg dikalikan dengan jumlah penduduk 1.675.790 jiwa. Seperti diketahui, ikan impor ditemukan di gudang pendingin milik Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Barat di Desa Karangsong,Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, awal Januari lalu. Ikan kemasan dalam kardus yang siap dipasarkan itu terdapat tulisan “Frozen Mackerel” dan tulisan dalam huruf China.

GMNI Indramayu Demo Tuntut PNS Netral di Gedung DPRD

Friday, December 21, 2012

Koordinator lapangan (Korlap) GMNI Kabupaten Indramayu, Wartono menyuarakan nurani rakyat terhadap pelaksanaan Pilgub Jabar yang merupakan penentu politik masyarakat Jawa Barat lima tahun kedepan. Akan tetapi, sungguh ironis hajat besar demokrasi ini dijadikan unjuk kekuatan dengan menggunakan wewenang atau kebijakan pejabat publik, bahkan sampai pengkondisian PNS dalam mensukseskan pesta demokrasi tersebut.
“PNS yang notabene adalah pelayan publik atau masyarakat, justru lebih senang melayani elite politik dalam memenuhi hasrat politiknya,” tegas Wartono.
Sementara, Undang-undang No 43 tahun 1999 tentang kepegawaian negara secara tegas netralitas pegawai dalam pemerintahan. Selain itu, sesuai didalam pasal 3 Undang-undang No 43 tahun 1999 salah satunya mengatur pegawai negeri, berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah dan pembangunan.                                              
“Tapi dalam praktiknya, tercatat ada beberapa bentuk pelanggaran yang dilakukan PNS dan pejabat Pemda Indramayu dalam pemilu. Dan pelanggaran yang paling dominan, terkait penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki. Antara lain, menerbitkan aturan yang mewajibkan kampanye kepada bawahan, pemberian izin usaha disertai tuntutan dukungan kepada salah satu kandidat tertentu," ujarnya.
Parahnya lagi, lanjut Wartono, memaksa bawahan dan membiayai kampanye parpol/caleg dari anggaran Negara disinyalir telah terjadi. Dilanjutkan dengan pembangunan fasilitas negara secara langsung, bahkan pemberian dukungan lain seperti bantuan sumbangan, kampanye terselubung, memasang atribut di kantor dan perlakuan diskriminatif atas pengguna fasilitas Negara kepada parpol (partai politik) lain. 
"Makanya kami menuntut netralitas PNS harus dijaga serta mendesak Pemda Indramayu dalam hal ini bupati untuk memberikan sanksi kedisiplinan pegawai sesuai PP No 53 tahun 2012 tentang disipilin PNS. Mendesak DPRD Indramayu agar memberikan peringatan hukuman kepada oknum PNS yang melanggar implementasi PP No 53 tahun 2012 tersebut," ungkapnya.
Aksi demo GMNI diwarnai aksi dorong pagar dengan aparat kepolisian di depan Kantor DPRD Indramayu. Tak hanya itu, saat berorasi dibunderan Kijang Indramayu, GMNI sempat menyandera mobil dinas milik Kabag Otdes Setda Indramayu. Akibatnya terjadi kemacetan arus lalu lintas terhadap kendaraan yang melintas.
 Sumber: http://www.lingkarjabar.net/2012/12/tuntut-pns-netral-gmni-indramayu-demo.html

DPC GmnI Indramayu Peduli Korban banjir Indramayu



DPC GmnI Indramayu Peduli Korban banjir Indramayu


Banjir yang melanda seluruh wilayah yang ada di Kabupten Indramayu dan hampir 27 Kecamatan terendam banjir membuat rasa simpati dan peduli kawan-kawan GMNI untuk membantu para korban banjir yang Indramayu. Peduli GMNI Indramayu pada Negeri.

Daftar Bacaan

Merdeka!!!

Daftar bacaan ini ditujukan bagi keperluan organisatoris GMNI maupun dalam kerangka menyebarluaskan pemahaman Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan Yang Maha Esa kepada dunia.
Catatan:
  • Kami dengan senang hati menerima uluran tangan dari pihak-pihak yang mungkin memiliki karya pemikiran Bung Karno, baik cetak maupun digital untuk dapat dibagikan pada yang lain
  • Selamat membaca dan sebarkanlah ke seluruh penjuru  
Berikut Daftar Bacaan yang dapat di download:
1. BUNG KARNO PENJAMBUNG LIDAH RAKJAT INDONESIA by Cindy_Adams 
2. Soekarno : INDONESIA MENGGUGAT

3. SARINAH by Bung Karno

4. SARINAH BUNG KARNO versi_2 

5. Menuju Republik Indonesia Tan_Malaka_1925 

6. LAHIRNYA PANCASILA Pidato Pertama Pancasila Diucapkan Bung Karno 

7. DIBAWAH BENDERA REVOLUSI Jilid_1 



Terima Kasih Atas Segala Dukungannya

DPC GMNI Indramayu adalah Organisasi ekstra kampus yang berkedudukan di Kabupaten Indramayu dengan alamat sekretariat di Jalan Ir. H. Djuanda KM.03 Singajaya - Indramayu
GMNI Indramayu memiliki 4 komisariat definitif (Komisariat FKIP UNWIR, Komisariat FH UNWIR, Komisariat FE UNWIR, Komisariat Unidharma) dan 3 komisariat caretaker.

Kontak:
email gmni.dpcindramayu@gmail.com
Phone 087717704895

Sunday, February 21, 2016

Youth Mainstreaming : “Sinegritas Pemuda dalam Pembangunan Daerah”



Dalam membangun sebuah daerah pada prinsipnya sangat diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga pembangunan dapat tercapai dalam segala sektor. Generasi Muda sangat berperan penting dalam pembangunan daerah karena generasi muda adalah pemegang estafet kepimpinan daerah nantinya.
Sebagai pemegang estafet di masa yang akan datang, generasi muda harus menjadi pilar, penggerak dan pengawal jalannya pembangunan daerah. Namun kenyataan dan permasalahan yang di hadapi sekarang ini banyak generasi muda yang disorientasi, dislokasi dan terlibat dalam kepentingan politik pratis. Seharusnya melalui generasi muda, bisa melahirkan banyak inspirasi untuk mengatasi berbagai kondisi dan permasalahan yang ada, terutama dalam hal pembangunan daerah yang lebih maju.
Generasi muda sebagai kaum yang mendominasi populasi terbanyak untuk saat ini, harus mengambil peran sentral sebagai inisiator yang berada di barisan terdepan untuk kemajuan daerah. Sudah saatnya generasi muda menempatkan diri sebagai agen dalam melakukan perubahan. Generasi muda yang masih relatif bersih dari berbagai kepentingan, harus menjadi asset potensial dan mahal untuk kejayaan dimasa yang akan dating.
Pada tingkat kebijakan di Indonesia, strategi yang diusung oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam rangka meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan adalah melalui Pengarusutamaan Pemuda (Youth Mainstreaming).  Bahkan pengarusutamaan pemuda menjadi salah satu grand strategy dalam pembangunan kepemudaan di Indonesia.  Strategi ini seyogyanya dilakukan secara sistematis untuk meningkatkan   peran serta pemuda dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan memperhatikan serta melibatkan pemuda ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Lebih jauhnya, strategi pengarusutamaan pemuda menyaratkan adanya komitmen setiap pihak untuk memprioritaskan pembangunan kepemudaan dalam setiap proses pembangunan yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada monitoring dan evaluasi, yang dilakukan secara koordinatif, sinergi, dan harmonis. 
Istilah pengarusutamaan mencakup semua kegiatan dan proses komunikatif yang bertujuan untuk melembagakan (institusionalisasi) norma-norma, konsep, panduan dan gambaran baru  dalam rangka mengenalkan dan menguatkan rutinitas, prosedur dan ritual baru dalam organisasi.  Dengan demikian pengarusutamaan merupakan sub-kegiatan  dari manajemen perubahan.  Tujuan dari pengarusutamaan adalah perubahan paradigma, yang dilakukan melalui tiga pendekatan parallel, komunikasi (bridging), penamaan identitas (branding), dan pembelajaran (boosting).  Pembelajaran dari Uni Eropa yang telah menerapkan prinsip ini pengarusutamaan melibatkan tiga elemen administratif pokok, yaitu:
1.   Adanya komitmen untuk membuka seluruh pintu kebijakan agar mengarah pada area kebijakan yang diarusutamakan.
2.   Adanya sistem yang dapat mengevaluasi dampak dari kebijakan yang diarusutamakan.
Adanya strategi untuk memaksa/mendorong pelaku administratif agar memberi perhatian dan mengimplementasikan kebijakan yang diarusutamakan.
Generasi muda yang tergabung dalam berbagai organisasi kemasyarakatan atau organisasi kepemudaan memiliki posisi penting dalam pembanguan daerah. Mereka memahami dengan baik kondisi daerah dari berbagai sudut pandang dan memiliki interaksi yang kuat dengan lapisan masyarakat dan dengan elit penguasa, sehingga menjadi pengalaman (experience) untuk melakukan pembangunan daerah.
Untuk mencapai kemajuan dalam pembangunan, generasi muda harus memiliki kesepahaman dalam melaksanakan agenda-agenda pembangunan itu sendiri. Energi pemuda yang bersatu sangat cukup untuk mendorong pembangunan daerah yang lebih maju. Karena karakter generasi muda memiliki kekuatan fisik, kecerdasan dalam berfikit, ketinggian moral dan kecepatan belajar atas peristiwan yang mendukung di bidang pembangunan.
Oleh karena itu kemudian generasi muda harus memupuk atau menguatkan kembali semangat nasionalisme tanpa harus meninggalkan jati diri daerah. Semangat nasionalisme/kebangsaan diperlukan sebagai indentitas dan kebangsaan, sementara jati diri daerah akan menguatkan komitmen dalam membangun dan mengembangkan daerah.
Secara khusus peranan generasi muda di Kabupaten Indramayu harus lebih berorientasi kepada upaya membangun sumber daya manusia dan kualitas sumber daya alam Indramayu agar tetap mempunyai daya dukung terhadap pembangunan Indramayu dan persiapan untuk generasi mendatang. Selanjutnya generasi muda yang ada di Kabupaten Indramayu harus memainkan peranannya sebagai kelompok penekan (Pressure Grup) dan pengontrol agar kebijakan-kebijakan strategis daerah harus benar-benar mengakar pada kepentingan masyarkat dan pembangunan daerah.
Dalam hubungannya, strategi Pengarusutamaan Pemuda menuntut adanya komitmen pelaku kebijakan agar mau menjadikan isu dan pelibatan pemuda sebagai bagian penting dalam menunjang pembangunan nasional.  Dengan kata lain pemerintah harus memastikan bahwa perspektif kepemudaan dapat terintegrasi dalam setiap paket kebijakan dan program pada segala bidang. Caranya bisa dengan membangun mekanisme yang mendukung keterlibatan pemuda, baik laki-laki maupun perempuan, dan memastikan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan maupun program yang berdampak terhadap mereka.  Hal lainnya yang tidak kalah penting adalah munculnya kebijakan-kebijakan, program maupun kegiatan yang ditujukan untuk mempersempit kesenjangan yang ada selama ini pada bidang-bidang tertentu dalam hal pemberdayaan pemuda.
Perspektif berikutnya yang harus dibangun sehubungan dengan strategi pengarusutamaan pemuda adalah bahwa pandangan yang sensitif terhadap isu-isu kepemudaan menyaratkan adanya sebuah sistem yang dibangun dalam rangka mengevaluasi dampak dari kebijakan maupun program yang melibatkan pemuda. Dipahami bahwa pembangunan kepemudaan memiliki output maupun outcome yang abstrak serta jangka waktu proses yang panjang.  Oleh karenanya, sangat jarang program-program kepemudaan memiliki sistem evaluasi dampak yang menyeluruh untuk melihat sejauh mana program/kebijakan tersebut berpengaruh terhadap mereka.  Padahal sistem evaluasi sangat dibutuhkan untuk memastikan penggunaan sumberdaya secara efisien, untuk akuntabilitas dari program tersebut, maupun untuk memutuskan keberlanjutan program serta efektivitas program secara keseluruhan.
Dalam kegiatan evaluasi, pemuda sebagai pelaku sekaligus penerima manfaat program juga harus diikutsertakan.  Pelibatan pemuda mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada evaluasi kegiatan merupakan satu kesatuan dalam rangkaian kegiatan, dimana hal ini akan meningkatkan rasa memiliki (ownership) terhadap kegiatan serta dapat meningkatkan kemampuan manajemen mereka. Sistem evaluasi yang melibatkan stakeholder (pemuda) memiliki beberapa keuntungan yaitu mendorong tumbuhnya rasa kepemilikan yang lebih besar dan tanggung jawab terhadap kegiatan, informasi dan data yang diperoleh bisa lebih akurat, berkembangnya keterampilan, wawasan dan pengetahuan peserta tentang proses evaluasi, pengumpulan data serta interpretasinya, munculnya pengetahuan-pengetahuan lokal yang tidak tergali sebelumnya, dan pembiayaan yang lebih efektif karena hasil yang diperoleh lebih akurat dan maksimal.
Pada akhirnya melalui peringatan Dies Natalis GMNI Indramayu  ke-61 ini, sebagai generasi muda kita tumbuhkan kembali semangat untuk berperan serta dalam pembangunan daerah Kabupaten Indramayu sehingga mencapai pembangunan yang lebih maju dan sejahtera.
Dialog Publik tentang Sinergitas Program Kepemudaan terhadap Pembangunan di Kabupaten Indramayu. Kegiatan ini merupakan upaya GMNI Indramayu dalam memaksimalkan perannya mengawal kebijakan publik. Selain itu, dialog diharapkan mampu menjadi jembatan kalangan pemuda berperan aktif dalam memberikan masukan pada pembangunan daerah. 
Jadi, yang harus dilakukan pemuda adalah mempersiapkan diri dalam proses pengkaderan kepemimpinan bangsa, yang dapat dilakukan melalui beragam penempaan diri. Pemuda harus memiliki sejumlah kriteria, antara lain: kemampuan (ability), kapasitas (capacity), keahlian/kecakapan (skill) dalam berkomunikasi, memotivasi, dan yang lainnya adalah; pengetahuan/wawasan (knowledge); pengalaman (experience); kemampuan mengembangkan pengaruh (influence); kemampuan menggalang solidaritas (Solidarity maker); serta kemampuan memecahkan masalah (decision making).
Bagaimanapun juga, pemuda adalah potensi kepemimpinan bangsa masa depan. Atas kesadaran itu, maka kaderisasi-kaderisasi kepemimpinan yang melibatkan kalangan pemuda secara intensif perlu terus didukung dan ditingkatkan.
Kerana, salah satu keunggulan pemuda adalah dapat mengorganisasi kekuatan. Ada setidaknya lima faktor prinsip yang dipegang pemuda, dalam mengorganisasi kekuatan mereka, yaitu:
1.      Kekuatan asas perjuangan
2.      Kekuatan konsep dan metode perjuangan
3.      Kekuatan persatuan
4.      Kekuatan sikap dan posisi perjuangan
Kekuatan aksi dan opini: memiliki isu sentral, konsistensi misi, imun dalam perjuangan, kesinambungan aksi dan opini.
Konteks Peran Pemuda dalam Memanifestasikan Perubahan Bangsa, pemuda hendaknya tidak lagi hanya terpaku pada persoalan-persoalan lokal dan nasional, tetapi tanpa menyadari konteks Internasional.
Selanjutnya, pemerintah harus menyiapkan strategi agar para pihak mau mengimplementasikan kebijakan yang diarusutamakan, dalam hal ini pengarusutamaan pemuda.  Beberapa hal yang patut ditekankan adalah pentingnya melibatkan semua stakeholder yang berhubungan dengan pembangunan kepemudaan, baik dari unsur pemerintah/sektor publik, sektor privat, maupun unsur masyarakat/pemuda itu sendiri.  Advokasi yang terus menerus, komunikasi dan dialog untuk membangun paradigma tentang isu kepemudaan, penyediaan informasi yang mendukung, serta menyiapkan struktur yang sekiranya diperlukan, menjadi penting untuk dilakukan agar strategi ini dapat berjalan dengan lancar.  Dari sisi kebijakan mungkin dibutuhkan kekuatan yang lebih mengikat agar semua pihak tunduk dan mau menjadikan paradigma pengarusutamaan pemuda sebagai landasan dalam merancang kebijakan maupun program dan kegiatan di institusinya masing-masing.  
Terakhir, semua pihak harus dibangun kesadarannya bahwa dengan mengimplementasikan pengarusutamaan pemuda maka akan terbangun pendekatan yang lebih terpadu terhadap masalah-masalah kepemudaan.  Sumber daya manusia akan dapat dimanfaatkan dengan lebih baik dalam rangka menumbuh kembangkan suatu bangsa, terbangunnya penghargaan terhadap hak-hak orang muda dalam pengambilan keputusan, generasi muda akan lebih siap untuk mengambil peran aktif dan memikul tanggung jawab menuju pemerintahan yang lebih baik, akan terjadi transfer nilai-nilai positif dan pengetahuan antar generasi, dan investasi akan lebih banyak ditanamkan kepada pemuda mengingat keuntungan yang diperoleh dengan melibatkan mereka sebagai sumberdaya manusia yang potensial.
*(dph/2/21/16)

Sunday, January 31, 2016

Peringatan Hari Ibu


Merdeka!!!
Dalam rangka memperingati Hari Ibu, Sarinah GMNI Indramayu merefleksikannya dengan turun ke jalan membagikan bunga dan menggalang dana untuk Panti Jompo.

Dalam sebuah orasi kami menuntuk Pemerintah Kabupaten Indramayu harus mengoptimalkan pemberdayaan perempuan, menciptakan lingkungan yang aman bagi ibu dan anak, serta melakukan penguatan perlindungan perempuan di bidang kesehatan dan pendidikan.

“Stop permasalahan perempuan dan sejahterakan keadilan perempuan".

http://indramayu.cirebontrust.com/gmni-refleksikan-hari-ibu-bagikan-bunga-ke-pengendara.html